Guruku

sumenep.pks.id -

Aku menyebutnya guru. Seberapapun perbedaan usiaku dan dirinya, itu bukan sebuah hal yang penting. 

Usianya memang jauh di bawahku. Dia begitu muda dan penuh sederhana. Tapi usia tidak menjadi halanganku untuk berguru kepadanya. Semoga saja dia membaca ceritaku kali ini. Aku hanya ingin menceritakan bagaimana sosoknya di mataku sehingga membuatku yang sudah hampir setengah abad hidup dalam dunia ini merasa perlu banyak belajar kepadanya. Ah, aku tidak akan malu. Aku hanya ingin belajar darinya, tidak akan susah bagiku. Sebut saja namanya adalah Thoriq Tijani. 

Semoga dia juga baca, semoga cerita ini juga mengalir dalam berandanya sehingga dia bisa tahu betapa aku mengagumi sikapnya, keilmuannya dan juga kekuatan hatinya. Thoriq, dia seorang guru di dekat rumahku. Jarak rumahnya begitu dekat dengan rumahku. Bukan guru besar, dia hanya guru ngaji. Anakku yang masih berusia tujuh tahun belajar mengaji kepadanya. Aku ingin menceritakan tentang dia, sedikit saja. Aku bukan orang yang pandai membual atau aku orang yang pandai mengarang. Ini semua aku lakukan karena aku benar-benar mengagumi sosok Thoriq ini. 

Mungkin, menjadi guru muda tidak mudah baginya. Banyak sekali dugaan, baik dugaan buruk sampai dugaan baik sekalipun. Tapi, sosoknya yang penyabar tidak pernah menghiraukan itu. Aku perlu belajar banyak padanya. Karena meskipun usiaku sudah setua ini, meskipun uban hampir memenuhi kepalaku. 

Aku masih kalah dalam bersikap dan menghadapi masalah. Usia lagi-lagi tidak menjadi patokan sesorang itu mampu menghadapi masalah dengan baik. Thoriq adalah contoh, dia mampu menghadapi setiap masalahnya dengan baik. Dia menjalani harinya dengan penuh kesedehaan. Tulisan ini aku buat aku khususkan untuk dirinya yang sudah membuatku terinspirasi. 

Mungkin dia mungkin sosok guru besar, dia hanya guru ngaji yang tinggal di kampung. Tapi, aku berani berkata jika ilmunya tidak kalah luasnya dengan ilmu-ilmu para sarjana di luaran sana. Atau bisa saja ilmunya lebih mempuni dari mereka. Aku tidak bermaksud merendahkan mereka yang sarjana. 

Aku hanya berkata apa yang aku nilai saja. Mungkin bagi orang-orang di luaran sana, menjadi guru ngaji kurang bernilai. Beda dengan orang-orang yang menjadi dosen, menjadi pegawai kantoran dan lain sebagianya. Aku tidak menuntut mereka satu pemikiran denganku. Ini dariku pribadi, jika ada yang tidak sepemahaman dengan apa yang aku katakan. Tidak apa-apa, tidak masalah. Guru bukan hanya bertugas sebagai pentransformasi keilmuan. 

Bayak tugas lain yang perlu diperhatikan oleh guru. Ia tidak hanya duduk di bangku guru, namun harus berbaur dengan siswa. Ia memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya untuk disebut guru yang Profesional. 

Adapun kewajiban-kewajiban dari seorang guru berdasarkan hadis adalah sebagai berikut : Pertama, menjadi motivator bagi anak didik.
 عَنْ اَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ اِذَا بَعَثَ اَحَدًا مِنْ اَصْحَابِهِ فِى بَعْضِ اَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلاَ تُنَـفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا “Dari Abu Musa beliau berkata, “ Rasulullah SAW apabila mengutus salah satu orang sahabatnya untuk mengerjakan sebagian perintahnya selalu berpesan “ Sampaikan berita gembira oleh kalian dan janganlah kalian menimbulkan rasa antipati, berlaku mudahlah kalian dan janganlah kalian mempersulit.” 

Dari hadits riwayat Imam Muslim di atas sudah jelas bahwa seorang pendidik harus memiliki prinsip motivasi dan memudahkan serta tidak mempersulit peserta didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran. 

Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik. Motivasi dapat dilakukan dengan pemberian nilai, pemberian pujian, dan lain-lain. Hal itu aku dapat dari Thoriq, dia mampu memberikan motivasi yang baik untuk anakku yang belajar mengaji kepadanya. 

Aku tidak berbohong, aku ceritakan satu contohnya. Anakkku selalu saja ingin berlatih adzan saat di rumah, ternyata hal itu atas motivasi dari seorang Thoriq yang menjalankan perannya sebagai guru dengan baik. 

Bahkan, anakku yang masih berusia tujuh tahun selalu mengajakku untuk shalat ketika aku merasa begitu malas untuk shalat. Aku tidak salah menitipkan anakku untuk belajar kepadanya. Karena secara tidak langsung aku juga belajar banyak darinya juga. Semoga kisahku di atas juga menjadi inspirasi bagi siapa saja. 

Bahwa belajar tidak harus pada dia yang lebih tua dari kita. Kita juga tidak perlu gengsi untuk mengakui bahwa orang yang lebih muda dari kita punya ilmu yang lebih mempuni dari kita. Mencari ilmu tidak ada batasan dan syaratnya. Semua bisa mencari ilmu.
Share on Google Plus