Giliran PKS Ikut Tolak Lanjutkan Revisi UU KPK



PKSSumenep.org - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR, Jazuli Juwaini, mengatakan, fraksinya menolak melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pembahasan revisi UU KPK tengah berjalan di Badan Legislasi DPR.

"Hasil keputusan rapat pleno Fraksi PKS pada Kamis (11/2/2016) adalah menolak melanjutkan pembahasan revisi UU KPK," kata Jazuli, di Jakarta, Jumat (12/2/2016).

Ia mengatakan, partainya setuju terhadap revisi UU KPK jika bertujuan menguatkan institusi pemberantasan korupsi tersebut sehingga lebih berani menindak kasus-kasus besar.

Menurut dia, dengan penguatan KPK, diharapkan institusi itu tidak menangani kasus-kasus tindak pidana korupsi skala kecil.

"Kami setuju revisi untuk menguatkan KPK agar bisa mengungkap kasus-kasus besar," ujar dia.

Dia mengatakan, F-PKS setuju revisi apabila pemerintah kompak dan konsisten membahasnya bersama-sama dengan DPR.

"Jangan sampai terkesan centang perenang antara Menkumham dengan Istana seakan ada ketidakkompakkan antara mereka," kata Jazuli.

Jazuli menjelaskan, revisi UU ini bisa dilanjutkan jika melibatkan KPK untuk memberikan masukan-masukan yang substansial.

Dalam rapat harmonisasi Panitia Kerja Revisi UU KPK di Badan Legislasi DPR, Rabu (10/2/2016) sore, hanya Fraksi Gerindra yang secara tegas menolak UU KPK direvisi. (Baca: Gerindra Berjuang Sendirian Tolak Revisi UU KPK)

Belakangan, F-Demokrat berubah sikap setelah mendapat instruksi dari Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Sikap kedua fraksi itu membuat beberapa fraksi lainnya berpikir ulang sehingga pengesahan draf revisi UU KPK menjadi RUU inisiatif DPR yang direncanakan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis (11/2) ditunda hingga Kamis (18/2).

Keputusan itu diambil untuk memberikan waktu kepada fraksi-fraksi untuk berpikir kembali terkait urgensi revisi tersebut.

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Sumber : Kompas.com
Share on Google Plus